Minggu, 16 Februari 2014

Villagers learn to make documentary films with smartphones

Sumber: TJP
Two documentary film directors from the United States, Richard Pearce and Freida Mock, recently visited Loncek hamlet in Kubu Raya regency, West Kalimantan, where they got together with locals, especially teenage high-school dropouts, and taught them how to create simple documentary films with their cell phones.

In the relatively isolated hamlet, located some 75 kilometers from provincial capital Pontianak, the adolescents had previously been involved in forest conversion activities, but ever since an NGO initiated an environmentally friendly program in the area, they have altered their thinking. More



Jurnalis Kampung Loncek Mengudara di RRI

Oleh Edi Nawang
Loncek Baguas di RRI//di awal diskusi photo. Laurensius Edi
Banyak cara orang bisa eksis di dunia ini, hal lain yang paling ngetop sekarang ini adalah dunia maya seperti fasilitas-fasilitas di internet, seperti Facebook, Twiter, Youtobe, dsb. Fasilitas canggih ini pun tak kalah pentingnya juga, radio yang dari dulu hingga sekarang eksis dan menjadi pusat informassi bangsa diseluruh dunia. Terobosan suatu komunitas yang hingga saat ini publikasinya sudah menggelegar

Selasa, 11 Februari 2014

Sutradara Amerika ke Loncek

Tarian Topeng//Penyambutan rombongan Kedubes Amerika Photo by.Bosio
Tiada angin,tiada hujan. Rindu akan kehadiran orang ternama di kampung halaman sendiri tentunya menjadi harapan bagi semua orang. Minggu, (9/2) Richard Pearce(Sutradara Film dan Televisi, Sinematografer) dan Freida Mock (Sutradara, Pembuat Film, Penulis Naskah, Produser) dari Amerika datang ke Gunung Loncek, Desa Teluk Bakung, Sungai Ambawang, Kalimantan Barat. Kedatangan ini bertujuan untuk Pelatihan Pembuatan Film Dokumenter.
Richard & Freida//Pelatihan Film Dokumenter Photo by. Bosio
ard Pearce
Warga kampung Loncek pun sangat antusias menyambut kedatangan kedua sutradara itu, bahkan saat mereka datang disambut dengan tarian topeng salah satu ciri khas budaya kampung Loncek yang saat ini sudah hampir

Senin, 10 Februari 2014

Sutradara Peraih Oscar Ajari Warga Loncek Ambawang Buat Film Dokumenter

TRIBUNPONTIANAK - Tulisan para blogger dari Kampung Loncek, Kecamatan Sungai Ambawang, membawa dua sutradara peraih Festival Film Berlin dan Oscar dari Amerika Serikat, tertarik menemui para pemuda dan masyarakat di sana. Itu semua karena tulisan, foto, dan video yang diposting di internet yang dilakukan mereka. Suatu catatan sejarah tak terlupakan, warga Kampung Loncek belajar bikin film dokumenter dari kedua sutradara tersebut.
Kehadiran Rechard Pearce dan Freida Mock, Minggu (9/2/2014) siang, menjadi sangat spesial bagi masyarakat Kampung Loncek. Sebagian masyarakat tak sabar menunggu kemunculan keduanya beserta Asisten Atase Kebudayaan Kedubes Amerika Serikat, Sylvie Young, dan Dekan Administrasi Perfilman, Universitas of Southern School of Cinematic Arts. Kegiatan itu juga bekerjasama dengan Yayasan Pemberdayaan Pefor Nusantara (YPPN). Kedatangan rombongan pekerja film itu, disambut dengan tarian dan tabur beras kuning.
Tribun Pontianak bersama dengan bersama rekan jurnalis lain dari media nasional berbahasa Inggris, Indonesia, dan media cetak lokal, tampak antusias melihat prosesi adat dengan tarian topeng menyertai kedua sutradara tersebut, masuk ke ruang gereja Katolik.

Selama proses ritual penyambutan, dengan handycamnya, Rechard Pearce mendokumentasikan potong bambu sampai iringan tarian. Begitu pula dengan Freida Mock. Lensa handycam di tangan kanannya, merekam ekspresi dan gerak tubuh warga yang menyambut kehadirannya.

Bagi Inisiator Program Loncek, Alexander Asriyadi Mering, kehadiran kedua sutradara itu, ibarat mimpi menjadi kenyataan. Matanya berbinar. "Inilah kekuatan jurnalisme. Siapa sangka kedua sutradara itu bisa ke kampung ini yang dulunya terisolir. Tulisan yang dibuat para blogger kampung di internet menjadi bukti para sutradara handal Amerika Serikat ini," kata Mering.

Alumni peraih beasiswa International Visitor Leadership Program (IVLP) dari Amerika Serikat ini menuturkan, sekarang kampung Loncek mudah diakses, seperti layanan internet. Namun, tantangan pekerjaan rumah ke depan, menurut Mering adalah dengan mengajar muda-mudi belajar bahasa asing. Terutama bahasa Inggris.

"Pe-er saya ke depan ingin melatih mereka dengan bahasa Inggris sederhana. Mereka sudah mampu menulis, mau dengan bahasa Indonesia, yang mau bahasa kampung juga boleh," ujarnya. Mering merupakan manager program pemberdayaan remaja putus sekolah di kampung itu. Dia mengorganisir pemuda-pemudi di sana bisa nulis buku dan bikin bibit karet unggul.

Rechard dan Freida menuturkan senang dengan sambutan tarian warga Kampung Loncek. Mereka senang bisa datang langsung melihat para pemuda putus sekolah yang bisa menulis buku. "Saya terkejut dalam arti senang karena berada di tempat ini. Kami datang ke sini ingin mengajar mereka bikin film lewat smartphone," kata Rechard soerang sutradara, penulis naskah, dan seorang sinematografi ini.

Loncek, menurut Rechard memiliki banyak isu modern terutama terkait pembukaan lahan kelapa sawit oleh korporasi besar dan tekanan pemerintah. Isu-isu itu harus bisa menjadi film dokumenter. "Berita bagus bahwa ada anak muda menulis dan dipublikasi di internet. Sekarang mereka belajar bikin film. Sayang waktu saya bikin film sedikit," tuturnya berharap, anak-anak muda di Kampung Loncek tetap tak kehilangan harapan.

Freida Mock juga mengucapkan kegembiraan bisa berbagi ilmu mengambil teknik film dengan smartphone, kepada para ibu. "Kita ingin memberdayakan para perempuan di sini. Dengan alat sederhana, bisa bikin film dengan mengidentifikasi ide-ide menjadi kenyataan," ucap peraih Oscar 2010 ini.

Bagi Slyvie Young, pembuat film di atas, mau mengajarkan langsung membuat film supaya masyarakat memiliki kesadaran tentang isu sosial di sekitarnya. Sylvie yakin bahwa film memiliki kekuatan penyadaran.

Seorang blogger dan editor buku Loncek Baguas, Laurensius Edi, tak menyangka Rechard Pearce dan Freida Mock datang ke kampungnya. Dengan kedatangan kedua sutradara tersebut ke kampungnya, harapan kawan-kawannya memiliki pengetahuan menulis dan bisa bikin film dokumenter semakin meningkat.

Dengan program menulis, sebagai upaya memberdayakan basis lahan pertanian yang mereka miliki. Sekarang masyarakat Loncek bisa belajar langsung bikin film dengan ahlinya. "Dulu kami tinggal berbulan-bulan di hutan. Sekarang kami tinggal kan hutan dan mulai beroganisasi tidak membalak hutan lagi. Sekarang 20 anggota peserta memiliki setengah hektar pohon karet," ucapnya.

Sumber: http://pontianak.tribunnews.com/2014/02/10/sutradara-peraih-oscar-ajari-warga-loncek-ambawang-buat-film-dokumenter


 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Web Hosting Coupons