by Leonardus
Ide ini disambut baik oleh teman-teman dari perkumpulan Mata Enggang, dengan mendatangkan 4 wartawan nasional, lokal Kalimantan Barat dan anggota AJI Kalimantan Barat, guna melatih sekitar 35 orang muda dan ibu rumah tangga untuk menulis, memotret, secara sederhana tentang sejarah kampung, tempat-tempat keramat dan juga kebudayaan topeng mereka.
Menulis ala teman-teman Mata Enggang, tidak lah sesulit yang kami bayangkan, seperti menulis di koran dan jurnal ilmiah. Mereka mengajarkan menulis seperti ngobrol di warung kopi. Atau menurut A. Alexander Mering, salah seorang instruktur Jurnalisme Kampung, menulis tak ubahnya memasak.
Mering juga mengatakan, bahwa selama ini yang membuat buku atau tulisan tentang kampung adlah para peneliti, wartawan, atau NGO. Khusus di Loncek, mulai dari proses pengumpulan bahan, wawancara, hingga editing dilakukan oleh orang Kampung setempat.
"Kami hanya membantu meningkatkan kapasitas para calon penulis saja, dan kali ini, kita ingin orang kampung menulis tentang dirinya sendiri," kata Mering.
Endi Jenggot, kontributor The Jakarta Post yang juga aktivis NGO Bio Damar, mengatakan bahwa selama ini orang kampung dijejali dengan informasi orang kota.
"Sekarang ini giliran orang kota membaca tulisan orang kampung," tukas Endi.
Laurensius Edi, fasilitator kegiatan mengatakan bahwa ini sejarah bagi Kampung Loncek, dimana 4 wartawan bertandang ke Loncek. Apalagi seorang spesialis Jurnalisme Kampung, yaitu Mering dari Mata Enggang.
"Malah mereka sudi memberi pelatihan dan membagi ilmunya dengan warga kampung loncek," kata Edi.