TRIBUNPONTIANAK - Tulisan para blogger dari Kampung Loncek, Kecamatan Sungai
Ambawang, membawa dua sutradara peraih Festival Film Berlin dan Oscar dari
Amerika Serikat, tertarik menemui para pemuda dan masyarakat di sana. Itu semua
karena tulisan, foto, dan video yang diposting di internet yang dilakukan
mereka. Suatu catatan sejarah tak terlupakan, warga Kampung Loncek belajar
bikin film dokumenter dari kedua sutradara tersebut.
Kehadiran Rechard Pearce dan Freida Mock, Minggu (9/2/2014) siang,
menjadi sangat spesial bagi masyarakat Kampung Loncek. Sebagian masyarakat tak sabar
menunggu kemunculan keduanya beserta Asisten Atase Kebudayaan Kedubes Amerika
Serikat, Sylvie Young, dan Dekan Administrasi Perfilman, Universitas of
Southern School of Cinematic Arts. Kegiatan itu juga bekerjasama dengan Yayasan
Pemberdayaan Pefor Nusantara (YPPN). Kedatangan rombongan pekerja film
itu, disambut dengan tarian dan tabur beras kuning.
Tribun Pontianak bersama dengan bersama rekan jurnalis lain dari
media nasional berbahasa Inggris, Indonesia, dan media cetak lokal, tampak
antusias melihat prosesi adat dengan tarian topeng menyertai kedua sutradara
tersebut, masuk ke ruang gereja Katolik.
Selama proses ritual penyambutan, dengan handycamnya, Rechard
Pearce mendokumentasikan potong bambu sampai iringan tarian. Begitu pula dengan
Freida Mock. Lensa handycam di tangan kanannya, merekam ekspresi dan gerak
tubuh warga yang menyambut kehadirannya.
Bagi Inisiator Program Loncek, Alexander Asriyadi Mering,
kehadiran kedua sutradara itu, ibarat mimpi menjadi kenyataan. Matanya
berbinar. "Inilah kekuatan jurnalisme. Siapa sangka kedua sutradara itu
bisa ke kampung ini yang dulunya terisolir. Tulisan yang dibuat para blogger
kampung di internet menjadi bukti para sutradara handal Amerika Serikat
ini," kata Mering.
Alumni peraih beasiswa International Visitor Leadership Program
(IVLP) dari Amerika Serikat ini menuturkan, sekarang kampung Loncek mudah diakses,
seperti layanan internet. Namun, tantangan pekerjaan rumah ke depan, menurut
Mering adalah dengan mengajar muda-mudi belajar bahasa asing. Terutama bahasa
Inggris.
"Pe-er saya ke depan ingin melatih mereka dengan bahasa
Inggris sederhana. Mereka sudah mampu menulis, mau dengan bahasa Indonesia,
yang mau bahasa kampung juga boleh," ujarnya. Mering merupakan manager
program pemberdayaan remaja putus sekolah di kampung itu. Dia mengorganisir
pemuda-pemudi di sana bisa nulis buku dan bikin bibit karet unggul.
Rechard dan Freida menuturkan senang dengan sambutan tarian warga
Kampung Loncek. Mereka senang bisa datang langsung melihat para pemuda putus
sekolah yang bisa menulis buku. "Saya terkejut dalam arti senang karena
berada di tempat ini. Kami datang ke sini ingin mengajar mereka bikin film
lewat smartphone," kata Rechard soerang sutradara, penulis naskah, dan
seorang sinematografi ini.
Loncek, menurut Rechard memiliki banyak isu modern terutama
terkait pembukaan lahan kelapa sawit oleh korporasi besar dan tekanan
pemerintah. Isu-isu itu harus bisa menjadi film dokumenter. "Berita bagus
bahwa ada anak muda menulis dan dipublikasi di internet. Sekarang mereka
belajar bikin film. Sayang waktu saya bikin film sedikit," tuturnya
berharap, anak-anak muda di Kampung Loncek tetap tak kehilangan harapan.
Freida Mock juga mengucapkan kegembiraan bisa berbagi ilmu
mengambil teknik film dengan smartphone, kepada para ibu. "Kita ingin
memberdayakan para perempuan di sini. Dengan alat sederhana, bisa bikin film
dengan mengidentifikasi ide-ide menjadi kenyataan," ucap peraih Oscar 2010
ini.
Bagi Slyvie Young, pembuat film di atas, mau mengajarkan langsung
membuat film supaya masyarakat memiliki kesadaran tentang isu sosial di
sekitarnya. Sylvie yakin bahwa film memiliki kekuatan penyadaran.
Seorang blogger dan editor buku Loncek Baguas, Laurensius Edi, tak
menyangka Rechard Pearce dan Freida Mock datang ke kampungnya. Dengan
kedatangan kedua sutradara tersebut ke kampungnya, harapan kawan-kawannya
memiliki pengetahuan menulis dan bisa bikin film dokumenter semakin meningkat.
Dengan program menulis, sebagai upaya
memberdayakan basis lahan pertanian yang mereka miliki. Sekarang masyarakat
Loncek bisa belajar langsung bikin film dengan ahlinya. "Dulu kami tinggal
berbulan-bulan di hutan. Sekarang kami tinggal kan hutan dan mulai beroganisasi
tidak membalak hutan lagi. Sekarang 20 anggota peserta memiliki setengah hektar
pohon karet," ucapnya.
Sumber: http://pontianak.tribunnews.com/2014/02/10/sutradara-peraih-oscar-ajari-warga-loncek-ambawang-buat-film-dokumenter